W3B Im4g35V!d30NeW5MaP5Bōōk's More»
 
 Advanced Search
 Preferences
 Language Tools


BookMark     Create your own Search Engine Now


FunnyLogo is not affiliated with Google Inc.
Trademarks remain trademarks of their respective companies.

iqi Bokoe tamoe kethek "dadi nek ngisi kudu gwe basa"e kethek" OJO LALI NGISI YO THEK?

Guestbook

rEALiTa BaHasA DaeRaH

Di Negara ku sekarang ini sedang galau "Sindrome Dunia Barat" Mengapa banyak semua orang di sini berlomba-lomba untuk dapat dengan lancar menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa untuk berkomunikasi sedangkan mereka banya melupakan kepribadian bahasa yang dimiliki oleh bangsa mereka sendiri.Bukannya mereka bangga dan mempopulerkan bahasa yang mereka miliki,,,, Arti "penting" memang lebih unggul dari pada makna arti "ingin", Arti penting mempunyai pengertiaan yang sangat mendesak karena dengan kata penting manusia mau berusaha manusia mau berkorban. daripada, Arti ingin karena arti kata ingin hanya dianggap sebagai keingginan bukan sesuatu yang dijadikan suatu realita. Tapi q percaya di setiap genap manusia di Indonesia ini pasti setiap individu mempunyai keinginan untuk mengembangkan dan memperkenalkan kepribadian bahasa kita ke seluruh dunia tapi dengan adanya kata "penting" dalam penggunaan bahasa inggris mereka jadi mengesampingkan bahasa yang kita miliki ini dan malah dengan giatnya mereka mempelajari bahasa bangsa lain lain.

Queastions of Democrasi

Baik,,, kami sedang mempunyai masalah sama.
Tiap orang hidup di "dunia ketiga" akan meminta sangat yang sama pertanyaan.
Apakah orang miskin memberi sorak-sorai untuk demokrasi?
Mereka mungkin tidak menjadi rata tahu apa sangat alat kata.
Lain "berbahaya"dan serius pertanyaan akan mengangkat: apakah "kami benar-benar memerlukan demokrasi?"
Apa kebanyakan essensial cita-cita oleh mendirikan bangsa-negara bagian?
Apa sebaiknya menjadi pengasa hal yang paling penting melakukan untuk mencapai mereka?
Dan pertengahan adalah apa?
Tujuan akhir yang utama mendirikan bangsa-negara bagian sebaiknya untuk membawa "kehidupan dan kebahagiaan baik" ke sama sekali anggota rakyat - Namun Apa Juga sistem Is. demokrasi liberal yang Barat mungkin terbukti tidak menjadi tujuan terakhir semua bangsa.
Adalah hanya sesaja di antara banyak jalan keluar mungkin.
Mungkin kami sebaiknya menganggap "perkembangan terlebih dulu, sebagai demokrasi nanti" perspektif.
Democyacy, tepat seperti sistem lain adalah alat, tak ada cita-cita.
Beberapa negara seperti Mesir dan Indonesia memerlukan seorang diktator baik.
Kami menjadi tenang di keperluan untuk "kuat dan baik" Pemimpin dengan kekuasaan untuk memerinci feodalisme, pecah menetapkan gabungan-gabungan, mengesampingkan minat pribadi, dan membawa urutan ke semrawut masyarakat.
Soeharto memang kuat, tetapi tidak baik pemimpin kami perlu.
Ada pandangan populer bahwa negara miskin lebih baik mempunyai pemerintah otoriter.
Gagasan ini didasarkan atas maksud bahwa pengasa orang kuat di negara miskin lebih baik dapat memelihara stabilitas, menjaga harga agar tetap rendah, dan mobilize negara dibatasi sumber penghasilan terhadap akhir produktif agar bangsa ini bisa maju secara ekonomis.
Adalah karena negara miskin terlebih dulu harus mencapai semacam ambang penghasilan tengah terlebih dahulu mereka bisa dengan berhasil democratize.
Country miskin adalah negara lemah.
Mencoba peralihan demokratis di tahap ini akan kelihatannya menyambut pergolakan dan malah perang saudara.
Hanya negara bagian yang relatif aman - secara politis, secara militer, secara ekonomis - bisa memberi untuk mempunyai

"DeJAvU"

Teringat akan sesuatu yang tak pernah dialami sama anehnya dengan merasa kepanasan di dalam air es. "Tasybih" tersebut memang kurang pas namun keduanya menunjukkan keganjilan dan "ketidak-mungkinan". Jika seseorang masuk kedalam air es, menurut logika dia harus kedinginan. Tidak boleh kepanasan. Sesuatu yang tidak pernah terjadi dan dialami tidak "sah" untuk diingat. Tapi, bagaimana kita bisa menentukan bahwa suatu kejadian belum pernah kita alami? Apakah pengalaman itu terbatas pada kejadian yang kita alami di dunia nyata? Apa yang disebut dengan nyata? What is real?

Dulu saya sering tiba-tiba merasa bahwa saya sudah pernah mengalami kejadian saat itu. Ketiga kalinya, bukan kedua kalinya. Kenapa merasa yang ketiga kalinya juga saya tidak tahu. Tak jarang ingatan itu berupa memori yang panjang sampai kejadian yang akan datang beberapa jam kemudianpun teringat. Dulu waktu SMP, pernah beberapa kali saya keluar kelas dan pulang ke asrama pada jam terakhir. Karena saya sudah "mengalamai hari itu". Dan saya tahu, kalau jam terakhir bakal kosong. Saya juga ingat bahwa nanti di perempatan akan ketemu seseorang. Persis. Sungguh seperti mengulangi hari. Mungkin itu yang disebut orang sebagai deja vu? Devine Inspiration? Yang jelas, "pengulangan kejadian" tersebut membuat saya percaya bahwa Tuhan itu ada. Tadinya, sungguh,,, meskipun dari kecil "dipaksa" belajar mengaji dan sholat, otak saya tidak bisa menerima adanya Tuhan yang "tak terbayangkan" itu.

Saat itu otak kecil saya - waktu itu sekitar kelas 4 SD, saya tidak ingat pasti, pertama kali mengalami itu - tidak bisa menerima bahwa ada suatu dzat yang mauwjuud tanpa ada sesuatu yang mendahuluinya untuk membuatnya terwujud. Bagaimana sesuatu bisa ada tanpa ada bahan untuk membuatnya ada. Mana mungkin bisa ada "sesuatu" yang tiba-tiba muncul di saat segala sesuatu, bahkan "awang-awang" belum ada. Persepsi tentang Tuhan sungguh sesuatu yang absurd bagi saya waktu itu. Di usia saya yang masih dini, saya belum mendengar tentang "istihaalat al tasalsul". Bahwa seandainya Tuhan itu ada yang menciptakan, maka si pencitpanya Tuhan itu juga harus ada yang menciptakan. Demikian seterusnya dan membuatnya semakin tidak masuk akal. Tapi saat itu saya tidak sampai berfikir kesitu. yang saya fikirkan adalah, mana mungkin ada "sesuatu" tiba-tiba meng-ada.

Hubungan pengalaman ini dengan kepercayaan adanya Tuhan adalah "perenungan" saya ketika mengalami hal itu. Kalau Tuhan itu tidak ada,, lalu apa yang saya alami itu? Siapa yang memasukkan memori di kepala saya tentang hari yang saya "ulangi" itu? Saya sungguh tidak bermimpi. Berarti memang ada "sesuatu" yang berada di luar jangkauan indera kita. Sesuatu yang Ghaib.

Emile Boirac (1851-1917) yang pertama kali menggunakan istilah deja vu untuk pengalaman seperti ini menyebutnya sebagai perasaan ganjil. Deja vu, menurutnya bukanlah sesuatu yang datang dari masa lalu. Tapi dari masa kini (present). Para ilmuwan umumnya menghindari penjelasan yang tidak ilmiah (ghaib) mengenai deja vu. Teori yang jamak diyakini (berusaha diyakini dan dibenarkan?) hingga kini adalah bahwa deja vu merupakan sebuah ilusi. Bayangan tak nyata bahwa kita pernah mengalami keadaan tertentu sebelumnya. Jika "hayalan" yang dirasakan oleh seseorang yang mengalami deja vu tersebut membuatnya sangat yakin bahwa dia telah mengalaminya di masa lalu, itu dikarenakan kejadian yang dirasakannya saat ini memilki kemiripan dengan keadaan masa lalu yang sebenarnya memang "pernah dialami". Hanya saja saat itu otaknya tidak mampu mengumpulkan memori akan hal itu secara sempurna. Atau kejadian yang dialami sekarang ini mirip dengan fragmen memori masa lalu yang tidak teratur.

Ada juga yang mencoba menjelaskan fenomena ini dengan penjelasan ilmiah lain; seseorang mengalami deja vu karena sebelumnya mendengar cerita atau melihat gambar yang keadaanya mirip dengan yang dialaminya. Teori lain berusaha menjelaskan bahwa deja vu dipicu oleh neurochemical action di dalam otak yang sebenarya sama sekali tidak terkait dengan memori akan masa lalu. Pada saat demikian, seseorang merasa sedang aneh fikirannya, kemudian menghubungkan keanehan fikiran tersebut dengan masa lalu yang sebenarnya tidak ada.

Tak ada satupun dari penjelasan "ilmiah" di atas yang memuaskan saya. Yang saya alami bukan ilusi. Bukan mimpi. Meskipun tidak menutup kemungkinan berhubungan dengan fragmen memori masa lalu. Tapi bagaimana menjelaskan kenyataan bahwa ingatan saya ketika mengalami deja vu itu benar-benar terjadi setelah itu. Persis sama dengan yang saya ingat tentang masa lalu itu.

Teori ilmiah gagal menjelaskan fenomena deja vu secara memuaskan dan meyakinkan. Para ilmuwan sudah memberi batas sebelum memberikan penjelasan. Mereka memasang rambu-rambu yang tidak boleh dilewati ketika berusaha menemukan jawaban atas fenomena ini; ilmuwan tidak boleh keluar dari rasionalitas. Hanya materi yang memiliki eksistensi. Hal-hal diluar materi dianggap sebagai mitos.